Judi Online Haram

Walaupun Islam telah mengharamkan perjudian namun sejauh ini belum muncul fatwa mengenai judi online. Sejauh ini pelarangan judi online hanya karena status legal formalnya, alias ketiadaan izin penyelenggaraannya. Yang dikenai sanksi hukum juga hanya penyelenggranya, sedangkan pelakunya tidak. Fatwa mengenai judi online ini perlu dilelarkan mengingat begitu masifnya penyebaran judi online dan begitu buruknya efeknya terhadap para pecandunya, terutama generasi muda. Karena itu pemahaman norma yang berlaku dalam agama menyangkut judi online ini perlu diperjelas agar bisa menjadi sumber hukum pelaranganj bagi pelakunya juga.

Dari sekian banyak dalil mengenai pengharaman judi, dikemukan yang paling pokok sebagai berikut:

  • Dalil 1: Surat Al-Maidah/5:90-91

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?

  • Dalil 2: Surat Al-Baqarah/2:19

۞ يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.”

  • Dalil 3: Hadis Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA, Rasûlullâh SAW bersabda:

مَنْ حَلَفَ فَقَالَ فِي حَلِفِهِ: وَاللَّاتِ وَالعُزَّى، فَلْيَقُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ: تَعَالَ أُقَامِرْكَ، فَلْيَتَصَدَّقْ “

Barangsiapa bersumpah dengan mengatakan ‘Demi Latta dan ‘Uzza’, hendaklah dia berkata, ‘Lâ ilâha illa Allâh’. Dan barangsiapa berkata kepada kawannya, ‘Mari berjudi dengan saya’, hendaklah dia bershadaqah!

  • Dalil 4: Hadis Bukhari dari Buraidah bin Hashib RA, Rasulullah SAW bersabda:

اللاعبُ بالفصين قماراً ؛ كآكلِ لحمِ الخنزيرِ ، واللاعبُ بهما غير قمارٍ كالغامسِ يدهُ في دمِ خنزيرٍ

Bermain dadu dengan taruhan seperti orang yang makan daging babi. Dan orang yang bermain dadu tanpa taruhan, seperti orang yang mencelupkan tangannya di darah babi.

  • Dalil 5: Kaidah Fikih

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

Menolak mudarat lebih utama daripada meraih manfaat.

Dalil (1) QS 5:90-91 secara tegas menyatakan judi (dan khamar) sebagai najis dan perbuatan setan dan pelarangannya dinyatakan secara tegas (fajtanibuhu) karena perbuatan itu menimbukkan permusuhan dan melalikan dari Tuhan. Jelas sekali di sini baha judi diharamkan. Sedangkan dalil (2) QS 2:19 menyatakan judi (dan khamar) sebagai perbuatan yang mengandung dosa dan manfaat sekaligus, akan tetapi aspek dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Jadi pelarangannya bersifat persuafif. Menurut ulama, misalnya Al-Maraghy (1992:260-261), pelarangan khamar dilakukan bertahap, dari lembut ke keras. Berdasarkan itu, karena judi disebutkan bersamaan dengan khamar dalam kedua dalil tersebut, pelarangan judi juga terjadi secara bertahap, dari semula persuasif (dalil 1) menjadi pada awal peride Medinah menjadi larangan tegas  (dalil 2) pada akhir periode Medinah.

Selanjutnya, dalil (3) Hadis Bukhari dan Muslim mengkontraskan judi dengan sedekah, dengan pilihan bersedekah lebih baik daripada berjudi. Melihat kontennya, nampaknya hadis ini turun di periode Mekkah karena mengandung unsur penyembahan berhala sebagai kontras dengan penyembahan Allah. Sementara itu dalil (4) Hadis Bukhari menyebutkan larangan permianan dadu dengan menyamakannya dengan makan daging babi jika bertaruh dan menyakannya dengan mencelupkan tangan ke darah babi jika hanya sekedar permainan tanpa taruhan. Jelas sekali penyamaan dengan babi ini mengindikasikan hadis ini keluar pada periode Mediah, karena larangan makan babi dinyatakan secara tegas sejak periode awal Medinah (Al-Baqarah/2:173) hingga akhir periode Medinah (Al-Maidah/5:3).

Dari keempat dalil Quran dan Hadis di atas, dapatlah disimpulkan bahwa judi haram dalam Islam akan tetapi pengharammnya berlansung secara bertahap, dari semula lembut pada periode Mekkah hingga pelarangan keras pada akhir periode Medinah. Sifat bertahap logis karena penyebaran ajaran Mumalat disesuaikan dengan tarap perkembangan masyarakat. Apalagi jika sifat dari perbuatan yang dilarang mengadung manfaat dan mudarat sekaligus, seperti judi (dan khmar). Karena itu penerapan dalil (5) Kaidah Fikih “menolak mudarat lebih utama daripada mengambil manfaat” mudah digunakan untuk pelarangan judi.

Jika sudah disimpulkan bahwa judi itu haram, muncul pertanyaan, apakah judi online haram dalam pandangan hukum Islam? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan sekedar penerapan “definisi judi” sebagaimana dilakukan Ibrahim Hosen dalam bukunya Apakah Judi Itu? (1987). Menurutnya definisi para ulama klasik dan kontemporer tentang judi masih beragam dan dan tidak bisa menjadi jami’ dan mani’. Misalnya definisi pengrang kitab klasik Tafsir Shawi “maisir dalah qimar yaitu alat-alat permainan yang dipermainkan untuk mendapatkan imbalan uang” tidak tepat karena hanya mengandung jami’. Sedangkan definisi Dr Yusuf Qardhawi dalam kitab Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, bahwa setiap permainan yang mengandung taruhan adalah haram; qimar adalah permainan yang bisa untung dan bisa rugi (untung-untungan)” juga tidak tepat dan yang menjadi mani’ hanya konsekuensi permainan (untungan-untungan).

Menurut Hosen definisi yang tepat untuk judi adalah “suatu permainan yang mengadung unsur taruhan yang dilakukan secara berhadap-hadapan/langsung antara dua orang atau lebih” yang mengadung jami’ dan mani’ sekaligus. Dengan definisi ini, jelas sekali undian berhadiah bukan judi, karena tidak berhadap-hadapan sehingga menjadi alasan bagi pemerintah waktu itu untuk meluncurkan program SDSB/Porkas. Jika denifisi ini yang digunakan sekarang, maka jelas sekali perminan judi online juga bukan judi karena tidak berhadap-hadapan, lagipula pemainnya bermain hanya dengan mesin bukan dengan orang!

Maka, fatwa MUI Jawa Timur tidak menggunakan definisi untuk menentukan status hukum game higgs domino dan sejnisnya (Fatwa MUI Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2022). Setelah menyebutkan dalil-dali 1 hingga 5 di atas disertai kutipan pendapat ulama, dan diperkuat dengan pendapat “pemerhati” seorang dosen Psikologi Universitas Negeri Malang, tentang dampak psikologi dan sosiologi dari game online, lalu MUI Jawa Timur memutuskan terdapat unsur judi dalam permainan game higgs domino dan karena itu harus dilarang.

Menurut hemat penulis, pengharaman judi online memperoleh dukungan yang kuat dari hasil-hasil riset empiris tentang perilaku judi dari berbagai belahan dunia yang menemukan adanya gangguan perilaku di kalangan pencandu judi yang disebut gambling disorder (Heinz, dkk, 2019) yang jika sampai pada tingkat keparahan tertentu bisa membawa pada tindak kejahatan (Banks, 2014) dan cukup sulit untuk disembuhkan (Mcintosh & O’neill, 2017).

Gambling disorder (selanjutnya GD) didefinisikan sebagai “adanya pola perilaku perjudian yang persisten dan berulang yang mengakibatkan gangguan atau tekanan yang signifikan secara klinis. Hal ini biasanya berdampak pada bidang keuangan, pribadi, perkawinan/keluarga, pekerjaan, hukum, dan fungsi sosial” (Burckhardt & Blaszczynski, 2017: 166). Menurut American Psychological Association (APA, 2013:585), kriteria diagnostik umum untuk pengidap GD adalah “Perilaku perjudian bermasalah yang terus-menerus dan berulangkali yang menyebabkan gangguan atau tekanan yang signifikan secara klinis, seperti terlihat pada individu yang menunjukkan empat (atau lebih) kriteria berikut dalam periode 12 bulan terakhir:”

  • Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah perjudian untuk mencapai kegembiraan yang sama seperti sebelumnya,
  • Menjadi mudah tersinggung atau gelisah ketika upaya dilakukan untuk mengurangi atau menghentikan perjudian,
  • Upaya yang gagal dan berulang kali dilakukan untuk mengendalikan perjudian, mengurangi, atau berhenti berjudi,
  • Sering keasyikan berjudi,
  • Sering berjudi ketika merasakan keadaan emosi negatif seperti kecemasan dan depresi,
  • Sering kembali “mengejar kekalahan” (yaitu, berusaha memenangkan kembali apa yang sebelumnya hilang),
  • Berbohong kepada orang lain untuk menunjukkan pengurangan keterlibatannya dalam perjudian,
  • Berjudi telah menimbulkan kesulitan `hubungan, pekerjaan, pendidikan, atau karier, dan
  • Meminta dan menerima uang dari orang lain untuk membayar hutang yang disebabkan oleh perjudian.

Tinggalkan komentar